Distimia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Distimia atau gangguan distimik adalah suatu kondisi kronis yang ditandai dengan gejala depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, lebih banyak hari daripada tidak, setidaknya selama 2 tahun.[1] Pada anak-anak, suasana hati mungkin mudah tersinggung daripada depresi, dengan durasi minimum yang diperlukan hanya 1 tahun.[1] Selama periode 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak atau remaja), interval bebas gejala tidak bertahan lebih lama dari 2 bulan.[1] Gejala depresi dari gangguan ini bukan karena kondisi medis, obat, obat ilegal, atau gangguan psikotik.[1] Dalam 2 tahun pertama dari gangguan ini, jika gejala depresi semakin intensif sehingga memenuhi kriteria untuk episode depresi mayor, maka diagnosis berubah menjadi depresi mayor.[1] Distimia disebut juga depresi neurotik.[1]

Pengobatan dilakukan sama halnya dengan bentuk depresi lainnya, yaitu dengan cara terapi.[2] Terapi untuk pengobatan distimia yang digunakan dalam kedokteran disebut dengan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) seperti fluoksetin (Prozac) lebih sering digunakan.[2] Metode terapi perilaku kognitif dan terapi interpersonal digunakan secara beriringan dengan pengobatan (medis).[2] Beberapa jenis obat anti depresi (antidepresan) mempunyai efek samping seperti penurunan gairah seksual, insomnia, atau gangguan pada perut.[2]

Penyebab[sunting | sunting sumber]

Penyebab distimia masih belum diketahui secara pasti. Namun demikian, distimia dapat memiliki penyebab yang sama halnya dengan depresi berat. Beberapa sebab terjadinya distimia ialah perbedaan biologis, kimia otak, sifat bawaan atau peristiwa yang pernah terjadi dalam kehidupan penderita distimia. Orang dengan gangguan depresi persisten mungkin mengalami perubahan fisik pada otak mereka. Lalu di dalam otak terdapat zat kimia yang disebut neurotransmiter yang berperan sebagai penyebab depresi. Neurotransmiter diketahui melakukan interaksi dengan sirkuit neuro yang berperan penting dalam terjadinya depresi dan perawatannya. Distimia juga lebih sering terjadi pada individu dengan kerabat dekat yang juga menderita kondisi yang sama. Seperti halnya depresi berat, peristiwa berat seperti kehilangan orang yang dicintai, masalah keuangan, atau tingkat stres yang tinggi dapat memicu gangguan depresi persisten atau distimia pada beberapa orang.[3]

Gejala[sunting | sunting sumber]

Gejala distimia biasanya datang dan pergi selama beberapa tahun yang intensitasnya bisa berubah seiring waktu. Akan tetapi, biasanya gejala dapat bertahan selama lebih dari dua bulan sekaligus. Selain itu, episode depresi mayor dapat terjadi sebelum atau selama distimia, kadang-kadang kondisi ini disebut depresi ganda.[3]

Gejala distimia dapat menyebabkan gangguan yang signifikan, antara lain:[3]

  • Tidak berminat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
  • Merasa sedih, hampa, dan terpuruk.
  • Merasa putus asa.
  • Merasa lelah dan tidak berenergi.
  • Rendah diri, sering mengkritik diri sendiri, dan merasa tidak memiliki kemampuan apa-apa.
  • Mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan.
  • Mudah marah dan dapat marah secara berlebihan.
  • Menjadi kurang aktif, dan produktivitas menurun.
  • Menghindari kegiatan sosial.
  • Merasa bersalah dan khawatir tentang masa lalu.
  • Nafsu makan menurun, atau sebaliknya, meningkat secara drastis.
  • Mengalami masalah tidur.
  • Pada anak-anak, gejala distimia dapat berupa perasaan depresi dan mudah marah.

Pencegahan[sunting | sunting sumber]

Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan depresi yang terjadi secara terus-menerus. Depresi sering dimulai pada masa kanak-kanak atau selama masa remaja. Mengidentifikasi anak-anak yang berisiko terhadap kondisi tersebut dapat membantu mereka mendapatkan perawatan dini.[4]

Strategi yang dapat membantu mengurangi atau mencegah gejala meliputi:[4]

  • Melakukan pengendalian stres sehingga pemulihan lebih cepat terjadi. Langkah ini memperkuat ketahanan diri dan meningkatkan harga diri.
  • Mengadakan pendekatan kepada keluarga dan teman terutama pada saat mengalami kondisi krisis atau masa-masa sulit.
  • Mengadakan perawatan dini ketika masalah mulai terjadi. Tujuannya untuk membantu mencegah gejala memburuk.
  • Mempertimbangkan untuk mengikuti pengobatan jangka panjang guna mencegah kekambuhan gejala.

Diagnosis dan pengobatan[sunting | sunting sumber]

Dokter dapat mendiagnosis secara pasti adanya gangguan depresi persisten pada seseorang dengan melakukan serangkaian pemeriksaan. Jenis pemeriksaannya meliputi pemeriksaan fisik, uji laboratorium, serta tes psikologi. Gejala depresi dapat terjadi hampir sepanjang hari selama satu tahun pada orang dewasa. Sedangkan pada anak-anak, gejala depresi dapat terjadi hampir sepanjang hari selama dua tahun atau lebih.[5]

Gejala depresi yang muncul pada anak-anak maupun orang dewasa akan ditangani dengan memberikan obat-obatan yang dikombinasikan dengan terapi. Langkah-langkah pengobatan distimia dimulai dengan pemberian obat, mengikuti psikoterapi dan menjalankan pola hidup sehat. [5]

Pemberian obat-obatan[sunting | sunting sumber]

Gangguan depresi kronis pada pengidap gangguan depresi persisten dapat diobati dengan memberikan antidepresan. Kembali lagi, pemberian obat akan tergantung pada intensitas keparahan yang dialami oleh pengidap, sesuai dengan umur, serta berat badan pengidap. Setelah dokter meresepkan obat tertentu, gunakan dalam dosis yang tepat. Jangan menambah atau bahkan berhenti tanpa konfirmasi terlebih dulu, karena akan memperparah gejala yang muncul.[5]

Menjalani psikoterapi[sunting | sunting sumber]

Selain mengonsumsi obat-obatan, mengobati distimia dapat dilakukan dengan menjalani psikoterapi atau terapi bicara dengan psikolog atau psikiater yang telah menangani gangguan depresi persisten. Pengidap juga dianjurkan untuk menjalani terapi kognitif perilaku. Menjalani psikoterapi bisa menjadi pilihan pengobatan utama yang direkomendasikan untuk anak-anak dan remaja saat mengalami gangguan depresi persisten. Namun kembali lagi, terapi yang akan dilakukan tergantung pada individu masing-masing. Secara umum, psikoterapi dilakukan untuk mengungkapkan pikiran, perilaku, serta emosi yang bisa memperparah gejala yang muncul.[5]

Menjalani pola hidup sehat[sunting | sunting sumber]

Di samping mengonsumsi obat dan melakukan psikoterapi, langkah mengobati distimia juga perlu didukung dengan pola hidup sehat untuk membantu meredakan gejala yang muncul. Pola hidup sehat yang dianjurkan adalah mencukupi waktu tidur, rutin berolahraga, mengonsumsi makanan sehat bergizi seimbang, tidak mengonsumsi alkohol, serta rutin mengungkapkan perasaan kepada keluarga terdekat. Distimia dapat ditangani melalui pemeriksaan dan penanganan yang tepat. Namun gangguan depresi persisten tidak dapat hilang begitu saja. Ketika gejala muncul, bantuan medis segera dibutuhkan.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f distimia[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ a b c d dysthymia disorder
  3. ^ a b c Fadli, Rizal (2010-07-10). "Kenali Lebih Jauh Tentang Distimia". Halodoc.com. Diakses tanggal 2023-02-27. 
  4. ^ a b Mayo Clinic (2018-12-08). "Persistent depressive disorder". Mayo Clinic. Diakses tanggal 2023-02-27. 
  5. ^ a b c d e Handayani, Verury Verona (2020-07-14). "Mengidap Distimia, Bagaimana Cara Mengobatinya?". Halodoc.com. Diakses tanggal 2023-02-27.